Pangeran Cemberut
Oleh : Fita Chakra
Raja dan Ratu Negri Impian mempunyai seorang anak yang sangat tampan. Pangeran Ellano namanya. Meskipun tampan ia tidak pernah tersenyum, apalagi tertawa. Tak heran, banyak yang menyebutnya pangeran cemberut.
Setiap hari, pangeran Ellano selalu marah-marah pada setiap orang yang ditemuinya. Tidak pernah seklipun terlihat bibirnya tersenyum atau tertawa.
Hampir setiap hari ada saja orang yang menjadi sasaran kesalahannya. Juru masak istana selalu dibentaknya setipa kali ia merasakan masakan yang tidak enak menurutnya. Para pengawal juga tak luput dari amaranya jika ada sesuatu yang tidak berkenan dihatinya. Wajah pangeran Ellano yang tampan menjadi bertekuk-tekuk tidak enak dilihat.
“Makanan apa ini? Rasanya sungguh tak enak!” keluhnya saat makan msakan juru masak istana. Kali ini ia berteriak, “cepat baawakan sepatu ku!”
Begitulah suasana istana setiap harinya. Penuh dengan teriakkan dan amarah tuan Ellano. Raja dan Ratu sampai bosan mendengarkannya.
“Aku prihatin melihat tingkah laku anak kita, paduka raja,” kata Ratu pada Raja. Raja menghela nafas panjang. Hari itu, mereka baru saja mendengar pangeran Ellano berteriak memarahi seorang dayang yang tidak sengaja memecahkan pot bunga saat berjalan tergesa-gesa saat dipanggilnya.
“Sudah saatnya kita bertindak. Kita tidak bisa membiarkan anak kita terus bersikap buruk seperti ini. Bagaimana mungkin dia menjadi penerus ku jika masih berperangai buruk dan sewenang-wanang? Tentu dia tidak bisa bersikap bijaksana,” sahut Raja.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Ratu.
Mereka sudah berupaya mendatangkan banyak guru untuk mendidik pangeran elllano, tetapi tak berhasil. Malah pangeran Ellano pun bersekolah di sekolah terbaik di Negri Impian. Namun hingga bertahun-tahun berlalu, tabiat pangeran Ellano tidak pernah berubah menjadi lebih baik. Bahkan teman-temannya banyak yang tidak suka padanya.
Semalaman Raja berfikir keras, mencari cara untuk mendidik pangeran Ellano menjadi pengeran yang baik. Pagi harinya beliau mengumumkan sebuah sayembara ke seluruh penjuru negri. Siapa pun di negri itu yang dapat mnyadarkan pangeren Ellano dan mengubah tabiat buruknya di perbolehkan datang ke istana. Apabila berhasil membuat pangeran Ellano cemberut lagi, Raja akan memberikan imbalan yang sangat besar. Imbalan akan bertambah jika ada orang yang berhasil mengubah tabiaat buruknya.
Berduyun-duyun orang datang ke istana. Sayangnya dari semua yang datang tak ada yang berhasil membuat pangeran Ellano tersenyum. Seorang badut yanh berusaha menghibur pangeran Ellano dengan lelucon dan atraksinya. Semua orang tertawa melihat penampilan badut itu, tapi pangeran Ellano berkata, “sama sekali tidak lucu” sambil merengut.
Lalu seorang guru tatakrama terkenal datang. Dia memberikan pelajaran tatakrama yang bagus sekali. Semua orang yang melihat terkesima dengan perkataannya. Pangeran Ellano malah menguap, “ Aduh membosankan sekali! Bisa-bisa aku ketidurran karena bosan,” keluhnya berkali-kali.
Ketika deretan datang yang datang mengikuti sayembara itu sudah hampir habis, Raja dan Ratu mulai putus asa.
“kelihatannya, kita tidak bisa mendapatkan orang yang bisa mengubah tabiat anak kita, “ kata Raja pada Ratu.
“Sabar lah dahulu... kita berdoa saja,” Ratu berusaha menenangkan Raja.
Akhirnya tibalah peserta terakhir. Seorang bapak tua beserta dua putranya yang sudah dewasa muncul.
“Apa yang bisa kaulakukan untuk anakku ? “ tanya Raja keheranan. Seluruh orang yang ada di dalam ruang itu pun menjadi heran. Pangeran Ellano bahkan mendengus kesal.
“Ampun, paduka Raja. Saya hanya ingin bercerita mengenai kedua anak saya ini. Siapa tahu mendengar cerita saya pangeran Ellano dapat tergugah hatinya, “kata bapak tua itu.
Raja terdiam sejenak, dipandanginya Ratu yang duduk di sebelahnya. Ratu mengangguk meski terpaksa. “Baiklah. Apa yang akan kau ceritakan? “tanya Raja akhirnya.
“Begini, paduka Raja. Ini lukisan wajah kedua anak saya sewaktu kecil, “kata bapak tua itu sambil menunjukkan sebuah lukisan. Pada lukisan tersebut nampak wajah kedua anak laki-lakinya yang sama persis.
“Makcudmu, kedua anakmu ini kembar?”
“Benar, paduka Raja. Kedua anak saya ini terlahir kembar.”
“Tapi kenapa, sekarang setelah mereka dewasa, wajah mereka kelihatan berbeda?”
Pangeran Ellano mulai kelihatan tertarik mendengar ucapan Raja. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian. Kedua orang anak bapak tua itu memang sama sekali tidak seperti anak kembar. Salah satunya terlihat jauh lebih tua dibandingkan yang lainnya.
“Benar. Romi, anak yang ada di samping kiri saya, adalah anak yang ceria, dia suka membantu orang lain, tidak mudah marah, dan ramah,” katanya sambil menunjuk anak yang bernama Romi. Wajahnya kelihatan cerah dan selalu tersenyum. Siapa pun yang bertemu dengannya rasanya akan suka padanya.
“Sedangkan saudara kembarnya, roma memiliki sifat yang bertolak belakang. Dia jarang tersenyum, suka marah-marah, menghina orang lain, dan susah bergaul,” lanjut bapak tua itu memandang anak yang lainnya. Wajah anaknya kelihatan masam, berlipat-lipat, dan tua.
“Maksudmu, kedua anakmu ini bisa berwajah sedemikian berbeda karena sifatnya berbeda?” tanya pangeran Ellano.
“Ampun, pangeran. Benar, maksud saya memang begitu,“jawabnya takut-takut.
Pangeran Ellano terdiam. Raja memandang pangeran Ellano, hatinya sedikit lega melihat pangeran Ellano tidak marah.
“Jadi, kamu sudah mengarti, anakku? Kalau engaku masih bersikap yang sama, maka beberapa waktu lagi wajahmu akan kelihatan lebih tua. Lagi pla tidak ada yang suka melihat seorang pangeran berwajah cemberut dan suka marah-marah. Pasti kau sendiri tidak mau kan berteman dengan orang yang seperti roma?” tanya Raja.
Pangeran Ellano mengangguk sambil tersenyum, ”Baik ayah. Aku akan berusaha untuk mengubah sikapku.”
Seisi ruangan bertepuk tangan mendengar perkataan pangeran Ellano. Bapak itu pun mendapat imbalan besar dari Raja.