JellyPages.com

Rabu, 30 Mei 2012

HUKUM INDONESIA



A.   Hukum dalam Arti Tata Hukum 

1.      Pengertian Tata Hukum

Jika kita berbicara hukum, maka hukum dalam bahasa Inggris  “Law”, 
Belanda “Recht”, Jerman “Recht”, Italia “Dirito”, Perancis “Droit”. Hukum hidup 
dalam pergaulan hidup manusia, seperti kita lihat cerita Robinson Croese yang 
terdampar di sebuah pulau dimana ia hidup sendiri dan ia dapat berbuat sesuka 
hatinya tanpa ada yang menghalanginya. Ia tidak butuh hukum, artinya hukum 
itu baru dibutuhkan dalam pergaulan hidup. Dimana fungsinya adalah 
memperoleh ketertiban dalam hubungan antar manusia. Menjaga jangan 
sampai seseorang dapat dipaksa oleh orang lain untuk melakukan sesuatu yang 
tidak kehendaknya, dan lain-lain. 
Tetapi ada faktor lain selain tata tertib yang terdapat pada hukum yaitu 
keadilan, suatu sifat khas pada hukum yang tidak terdapat pada ketentuanketentuan lainnya yang bertujuan untuk mencapai tata tertib. Jadi hukum itu 
berkenaan dengan kehidupan manusia, ialah manusia dalam hubungan antar 
manusia untuk mencapai tata tertib didalamnya berdasarkan keadilan.
Dalam hubungan Hukum dan Negara, baik hukum maupun negara 
muncul dari kehidupan manusia karena keinginan bathinnya untuk 
memperoleh tata tertib. Sehubungan dengan hal itu mengingat tujuan negara 
adalah menjaga dan memelihara tata tertib.
Di Negara Indonesia seperti kita ketahui bahwa tata hukum di 
Indonesia ialah hukum yang berlaku sekarang di Indonesia (Ius Constitutum), 
berlaku disini berarti yang memberikan akibat hukum pada peristiwa-peristiwa Diktat PHI (Sejarah Hukum) 
dalam pergaulan hidup, sedangkan sekarang adalah menunjukkan kepada 
pergaulan hidup yang ada pada saat ini dan bukan pergaulan hidup masa 
lampau, di Indonesia menunjukkan kepada pergaulan hidup yang terdapat 
pada Republik Indonesia dan bukan negara lain. Tata hukum disebut juga 
Hukum Positif atau  Ius Constitutum, sedang hukum yang dicita-citakan adalah 
Ius constituendum.

2. Sejarah Tata Hukum Indonesia

peraturan perundang-udangan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Indonesia 
sejak Proklamasi 17 Agusus 1945. Disamping peraturan tersebut juga terdapat 
peraturan-peraturan zaman penjajahan Hindia Belanda dan bala tentara jepang 
yang masih berlaku di Indonesia. Oleh karena itu dalam pembahasan Tata 
Hukum Indonesia tidaklah dapat lepas dari pembahasan sejarah Perkembngan 
Tata Hukum Indonesia sejak kekuasaan  Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC), Penjajahan Hindia Belanda sampai dengan Penjajahan balatentara 
Jepang. Berikut ini dibahas secara singkat sejarah perkembangan Tata Hukum 
Indonesia.

a. Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
VOC yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 
maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang 
membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk 
mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni 
dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa (octrooi) 
seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan 
perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang,  mengadakan 
perdamain dan hak mencetak uang.Diktat PHI (Sejarah Hukum) 3
Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di belanda memberikan 
wewenang kepada Gebernur Jederal Piere Bith untuk membuat peraturan 
dalam menyelesaikan perkara Istimewa yang harus disesuaikan dengan 
kebutuhan para pegawai VOC di daerah-daerah yang dikuasainya, 
disamping ia dapat memutuskan perkara perdata dan pidana. Peraturanperaturan tersebut dibuat dan diumumkan berlakunya melalui “plakat”. 
Pada tahun 1642 plakat-plakat tersebut disusun secara sistimatis dan 
diumumkan dengan nama “Statuta van Batavia” (statuta batavia) dan pada 
tahun 1766 diperbaharui dengan nama “Niewe Bataviase Statuten” (statuta 
Batavia Baru). Peraturan statuta ini berlaku diseluruh daerah-daerah 
kekuasaan VOC berdampigan berlakunya dengan aturan-aturan hukum 
lainnya sebagai satu sistem hukum  sendiri dari orang-orang Pribumi dan 
Orang-Orang pendatang dari luar.

b. Penjajahan Pemerintahan Belanda 1800-1942

Sejak berakhirnya kekuasaan VOC pada tanggal 31 Desember 1977 
dan dimulainya Pemerintahan Hindia Belanda pada Tanggal 1 Januari 1800, 
hingga masuk pemerintahan jepang, banyak peraturan-peraturan 
perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintahan Hindia 
Belanda. Yang menjadi pokok peraturan pada zaman Hindia belanda 
adalah:
1) Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (A.B)
Peraturan ini dikeluarkan pada tanggal 30 April 1847 termuat dalam Stb 
1847 No. 23. Dalam masa berlakunya AB terdapat beberapa peraturan 
lain yang juga diberlakukan antara lain:
a) Reglement of de Rechterlijke Organisatie (RO) atau peraturan organisasi 
Pengadilan.
b) Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-Undang Hukum 
Sipil/Perdata (KUHS/KUHP)Diktat PHI (Sejarah Hukum) 4
c) Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-Undang Hukum 
Dagang (KUHD)
d) Reglement op de Burgerlijke Rechhtsvordering (RV) atau peraturan tentang 
Acara Perdata.
Semua peraturan itu diundangkan berlaku di Hindia Belnda sejak 
tanggal 1 Mei 1845 melalui Stb 1847 No. 23.

2) Regering Reglement (R.R.), diundangkan pada tanggal 2 September 1854, 
yang termuat dalam Stb 1854 No. 2. Dalam masa berlakunya R.R. 
selain tetap memberlakukan peraturan perundang-undangan yang ada 
juga memberlakukan Wetboek van Strafrecht atau Kitab Undang-Undang 
Hukum Pidana.

3) Indische Staatsregeling (I.S.), atau peraturan ketatanegaraan Indonesia yang 
merupakan pengganti dari R.R Sejak tanggal 23 Juli 1925 R.R. diubah 
menjadi I.S. yang termuat dalam Stb 1925 No. 415, yang mulai berlaku 
pada tanggal 1 Janiari 1926.
c. Penjajahan Tentara Jepang
Peraturan pemerintahan Jepang adalah Undang-Undang No.1 tahun 1942 
(Osamu Sirei)  yang menyatakan berlakunya kembali semua peraturan 
perundang-undangan  Hindia Belanda selama tidak bertentangan dengan 
kekuasaan Jepang.

3. Politik Hukum

Berlakunya hukum dalam suatu negara ditentukan oleh Politik hukum 
negara yang bersangkutan, disamping kesadaranan hukum masyarakat dalam 
negara itu. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan politik hukum 
hendaknya perlu diketahui terlebih dahulu arti Politik Hukum. Arti  Politik
Hukum adalah Suatu jalan (kemungkinan) untuk memberikan wujud 
sebenarnya kepada yang dicita-citakan. Dapat pula dilihat pendapat Padmo Diktat PHI (Sejarah Hukum) 5
Wahyono bahwa Politik Hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan 
arah, bentuk dan isi hukum yang akan dibentuk.
Oleh karena itu berdasarkan pengertian tersebut, suatu politik hukum 
memiliki tugasnya meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha 
membuat suatu ius constituendum menjadi ius constitutum atau sebagai penganti ius 
constitutum yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat.
Sedangkan politik hukum berbeda artinya dengn ilmu politik, sebab 
ilmu politik  memiliki pengertian  menyelidiki sampai seberapa jauh batas 
realisasi yang dapat melaksanakan cita-cita sosial dan kemungkinan apa yang 
dapat dipakai untuk mancapai suatu pelaksanaan yang baik dari cita-cita sosial 
itu.
Politik hukum suatu negara biasanya dicantumkan dalam UndangUndang Dasarnya tetapi dapat pula diatur dalam peraturan-peraturan lainnya. 
Politik Hukum dilaksanakan melalui dua segi, yaitu dengan bentuk hukum dan 
corak hukum tertentu.

Bentuk hukum itu dapat:

(1) Tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang ditulis dalam suatu UndangUndang dan berlaku sebagai hukum positif. Dalam bentuk tertulis ada dua 
macam yaitu:
(a) Kodifikasi ialah disusunnya ketentuan-ketentuan hukum dalam sebuah 
kitab secara sistematik dan teratur. 
(b) Tidak dikodifikasikan ialah sebagai undang-undang saja.
(2) Tidak tertulis yaitu aturan-aturan hukum yang berlaku sebagai hukum yang 
semula merupakan kebiasaan-kebiasaan dan hukum kebiasaan.

Corak hukum dapat ditempuh dengan:
(1) Unifikasi yaitu berlakunya satu sistem hukum bagi setiap orang dalam 
kesatuan kelompok sosial atau suatu negara.Diktat PHI (Sejarah Hukum) 6
(2) Dualistis yaitu berlakunya dua sistem hukum bagi dua kelompok sosial 
yang berbeda didalam kesatuan kelompok sosial atau suatu negara.
(3) Pluralistis yaitu berlakunya bermacam-macam sistem hukum  bagi 
kelompok-kelompok sosial yang berbeda di dalam kesatuan kelompok 
sosial atau suatu negara.
Di atas telah dijelaskan arti, bentuk, dan corak politik hukum, berikut 
ini dibahas Politik Hukum bangsa Indonesia. Keberadaan Hukum di Indonesia 
sebagaimana telah dijelaskan diatas sangatlah dipengaruhi oleh keberadaan 
sejarah hukum. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya undang-undang yang 
dibuat jaman Hindia Belanda sampai sekarang masih berlaku. Selain itu, 
masuknya hukum Islam juga mempengaruhi hukum di Indonesia, sebagian 
permasalahan-permasalahan perdata masih menggunakan hukum Islam.
Oleh karen itu, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana politik
Hukum Hindia Belanda sehingga dapat memahami bagaimana Politik Hukum 
Indonesia. Keberadaan Politik hukum Hindia Belanda dapat dilihat 
berdasarkan berlakunya 3 pokok peraturan Belanda (sebagaimana dijelaskan 
diatas) yaitu masa berlakunya AB, RR dan IS. 
Masa Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (A.B)
Pada masa berlakunya AB  politik hukum Pemerinthan penjajahan 
Hindia belanda  dapat dilihat dalam pembagian golongan dan berlakunya 
hukum bagi masing-masing golongan tersebut. Pemerintahan Hindia Belanda
berdasarkan Pasal 5 AB membagi kedalam dua golongan, pasal ini menyatakan 
bahwa penduduk Hindia Belanda di bedakan kedalam Golongan Eropa 
(berserta mereka yang dipersamakan) dan Golongan Pribumi (berserta mereka 
yang dipersamakan dengannya).
Sedangkan hukum yang berlaku bagi masing-asing golongan tersebut 
diatur didalam Pasal  9 AB dan Pasal  11 AB.  Adapun yang diatur didalam Diktat PHI (Sejarah Hukum) 7
kedua pasal tersebut adalah (dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal 
melainkan kesimpulan dari bunyi pasal tersebut):
Pasal 9 AB
“Menyatakan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum perdata dan Kitab 
Undang-Undang Hukum dagang (yang diberlakukan di hindia belanda) hanya 
akan berlaku untuk orang Eropa dan bagi mereka yang dipersamakan 
dengannya”.
Pasal 11 AB
“Menyatakan  bahwa untuk golongan penduduk pribumi oleh hakim akan 
diterapkan hukum agama, pranata-pranata dan kebiasaan orang-orang pribumi 
itu sendiri, sejauh hukum,  pranata dan kebiasaan itu tidak berlawanan dengan 
asas-asas kepantasan dan keadilan yang diakui umum dan pula apabila 
terhadap orang-orang pribumi itu sendiri ditetapkan berlakunya hukum eropa 
atau orang pribumi yang bersangkutan telah menundukan diri pada hukum 
eropa”.
Berdasarkan ketentuan pasal  tersebut, maka pemerintah penjajahan 
Belanda melaksanakan politik hukumnya dengan bentuk hukum tertulis dan 
tidak tertulis. Bentuk hukum perdata tertulis ada yang dikodifikasikan dan 
terdapat di dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek van Koophandel (WvK); 
yang tidak dikodifikasikan terdapat di dalam undang-undang dan peraturan 
lainnya yang dibuat sengaja untuk itu. Sedangkan yang tidak tertulis, yaitu 
hukum perdata Adat dan berlaku bagi setiap orang di luar golongan Eropa. 
Corak hukumnya dilaksanakan dengan dualistis, yaitu satu sistem hukum 
perdata yang berlaku bagi golongan Eropa dan satu sistem hukum perdata lain 
yang berlaku bagi golongan Indonesia.Diktat PHI (Sejarah Hukum) 8
Membedakan golongan untuk memberlakukan hukum perdataberdasarkan sistem hukum dari masing-masing golongan menurut pasal 11 
AB itu sangat sulit dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan tidak adanya asas 
pembedaan yang tegas walaupun ada ketentuan  pembagian golongan 
berdasarkan pasal 5.  Dalam pasal  5 hanya menyatakan orang Eropa, orang 
Bumiputra, orang yang disamakan dengan orang Eropa dan orang yang 
disamakan dengan orang Bumiputra. 
Pembagian golongan menurut pasal 5 hanya berdasarkan kepada 
perbedaan agama, yaitu yang beragama Kristen selain orang Eropa disamakan 
dengan orang Eropa dan yang tidak beragama Kristen disamakan dengan 
orang Indonesia. Karena itu dapat dikatakan bahwa bagi setiap orang yang 
beragama Kristen yang bukan orang Eropa kedudukan golongannya sama 
dengan orang Eropa, berarti bagi orang Indonesia Kristen termasuk orang 
yang disamakan dengan orang Eropa. Hal ini tentunya berlaku juga bagi orangorang Cina, Arab, India dan orang-orang lainnya yang beragama Kristen 
disamakan dengan orang Eropa. Sedangkan bagi orang-orang  yang tidak 
beragama Kristen selain orang Indonesia dipersamakan kedudukannya dengan 
orang bumiputra.
Tetapi karena pasal 10 AB memberikan wewenang kepada 
GubernurJenderal untuk menetapkan peraturan pengecualian bagi orang 
Indonesia Kristen, maka melalui S. 1848: 10, pasal 3 nya Gubernur Jenderal 
menetapkan bahwa “orang Indonesia Kristen dalam lapangan hukum sipil dan 
hukurn dagang juga mengenai perundang-undangan pidana dan peradilan pada 
umumnya tetap dalam kedudukan hukumnya yang lama”. Dengan demikian 
berarti bahwa bagi orang Indonesia Kristen tetap termasuk golongan orang 
bumiputra dan tidak dipersamakan dengan orang Eropa.Diktat PHI (Sejarah Hukum) 9
Masa Regering Reglement (R.R.)
Politik hukum pemerintah jajahan yang mengatur tentang pelaksanaan 
tata hukum pemerintah di Hindia Belanda itu dicantumkan dalam pasal 75 RR 
yang pada asasnya seperti tertera dalam pasal 11 AB. Sedangkan pembagian 
penghuninya tetap dalam dua golongan, hanya saja tidak berdasarkan 
perbedaan agama lagi melainkan atas kedudukan “yang menjajah” dan “yang 
dijajah” Dan ketentuan terhadap pembagian golongan ini dicantumkan dalam 
pasal 109  Regerings Reglement. Adapun yang diatur dalam kedua pasal tersebut 
adalah (dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari 
bunyi pasal tersebut):
Pasal 109 RR
“Pada pokoknya sama dengan Pasal  5 AB tetapi orang Pribumi yang 
beragama Kristen tetap dianggap orang pribumi dan bagi orang Tionghoa, 
Arab serta India dipersamakan dengan Bumi Putera”.
Pasal  75 RR
“Menyatakan tetap memberlakukan hukum eropa bagi orang eropa dan 
hukum adat bagi golongan lainnya”.
Pada tahun 1920 RR itu mengalami perubahan terhadap beberapa pasal 
tertentu dan kemudian setelah diubah dikenal dengar sebutan RR (baru) dan 
berlaku sejak tanggal 1 Januari 1920 sampai 1926. Karena itu selama 
berlakunya dari tahun 1855 sampai 1926 dinamakan Masa  Regerings Reglement. 
Sedangkan politik hukum dalam pasal 75 RR (baru) mengalami perubahan asas 
terhadal penentuan penghuni menjadi “pendatang” dan “yang didatangi”. 
Sedangkan penggolongannya dibagi  menjadi tiga golongan, yaitu golongan 
Eropa, Indonesia dan Timur Asing.Diktat PHI (Sejarah Hukum) 10
Masa Indische Staatsregeling (I.S.)
Berlakunya IS dengan sendirinya telah menghapus berlakunya RR. 
Politik Hukum Pemerintahan hindia belanda pasa saat berlakunya IS dapat 
dilihat dalam Pasal 163 IS dan 131 IS. pada Pasal 163 IS mengatur pembagian 
golongan, yang pada intinya seluruh isinya dikutip dari  Pasal 109 RR (baru). 
Sedangakan Pasal 131 IS mengatur hukum yang berlaku bagi masing-masing 
golongan tersebut. Adapun yang diatur dalam  kedua pasal tersebut adalah 
(dibawah ini bukan merupakan bunyi pasal melainkan kesimpulan dari bunyi 
pasal tersebut):
Pasal 163 IS
Penduduk Hindia Belanda dibedakan atas tiga golongan, yakni :
1. Golongan Eropa
2. Golongan Bumi Putera
3. Golongan Timur Asing.
Pasal 131 IS meyatakan beberapa hal yakni :
1. Menghendaki supaya hukum itu ditulis tetap di dalam ordonansi. 
2. Memberlakukan hukum belanda bagi warga negara belanda yang tinggal di 
hindia belanda berdasarkan asas konkordansi.
3. Membuka kemungkinan untuk unifikasi  hukum yakni menghendaki 
penundukan bagi golongan bumiputra dan timur asing untuk tunduk 
kepada hukum Eropa.
4. Memberlakukan dan menghormati hukum adat bagi golongan bumi putera 
apabila masyarakat menghendaki demikian.
Pembagian golongan penghuni berdasarkan  Pasal 163 IS sebenarnya untuk 
menentukan sistem-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan 
sebagaimana tercantum dalam Pasal 131 IS. Diktat PHI (Sejarah Hukum) 11
Diatas telah dijelaskan politik hukum pada masa penjajahan belanda, 
dibawah ini akan dijelasakan politik hukum Indonesia setelah merdeka.  Pada 
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka, setelah Indonesia merdeka 
bagaimanakah  politik Hukum Indonesia. Untuk mengetahui keberadaan 
politik hukum di Indonesia dapat dianalisa berdasarkan berlakunya UndangUndang Dasar di Indonesia.
Setelah Indonesia merdekan sebagai bangsa yang lepas dari penjajahan, 
maka sebagai dasar negara dibentuklah UUD 1945 yang mengatur kehidupan 
bernegara dan berbangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar yang diberlakukan 
sampai sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar 1945 menurut Dekrit 
Presiden. Pada umumnya suatu negara mencantumkan politik hukum 
negaranya di dalam Undang-Undang Dasar, tetapi  ada juga negara yang 
mencantumkan politik hukumnya di luar Undang-Undang Dasar. Bagi negara 
yang tidak mencantumkan politik hukumnya di Undang-Undang Dasar 
biasanya mencantumkan di dalam  suatu bentuk ketentuan lain.
UUD 1945 yang berbatang tubuh 37 pasal tidak mencantumkan 
tentang politik hukum negara.  Hal ini berbeda dengan  UUDS 1950 yang 
mencantumkan politik hukumnya di dalam Pasal 102, yang berbunyi:
“Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun militer, 
hukum acara perdata maupun hukum acara pidana, susunan dan kekuasaan 
pengadilan diatur dalam undang-undang dalam kitab hukum. Kecuali jika 
pengundang-undang menggap perlu untuk mengatur beberapa hal dalm 
undang-undang sendiri”. 
Berdasarkan  Pasal 102 UUDS 1950 arah politik hukum yang dikehendaki 
membentuk suatu hukum tertulis yang dikodifikasi. Tetapi sebagaimana 
diketahui dasar negara yang digunakan adalah UUD 1945, maka politik hukum 
sebagai mana tercantum di dalam Pasal 102 tersebut tidaklah berlaku. Diktat PHI (Sejarah Hukum) 12
Oleh karena UUD 1945 tidak mengatur politik hukum maka didalam 
pelasanaan hukum berlandasakan kepada Pasal II aturan peralihan UUD 1945. 
Di dalam Pasal II aturan peralihan UUD 1945 diatur bahwa “Segala badan 
Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum 
diadakan yang baru menurut Undang-Undag Dasar ini”. Ketentuan Pasal II 
aturan peralihan ini bukan merupakan politik Hukum hanya suatu ketentuan 
yang memiliki fungsi  untuk mengisi kekosongan hukum.  Fungsinya sama 
dengan pasal 142 UUDS 1950 dan Pasal 192 UUD RIS yang menyatakan tetap 
berlakunya peraturan perundangan hukum dan tata usaha yang telah berlaku 
sebelum berlakunya UUD saat itu.
Dengan adanya Pasal II Aturan Peralihan kekosongan hukum dapat 
diatasi, yang berarti bahwa aturan-aturan hukum yang berlaku pada jaman 
penjajahan Belanda tetap berlaku selama belum adanya hukum yang baru. 
Berlakunya Pasal II aturan peralihan ini disebut dengan asas konkordansi.
Tetapi, walaupun masih ada peraturan hukum Belanda yang berlaku 
setelah menjadi negara merdeka dewasa ini sebenarnya tidak bertujuan seperti 
penjajah Belanda pada zamannya, melainkan hanya sebagai alasan “jangan 
sampai terjadi kekosongan hukum” saja, sebab kekosongan hukum berarti 
tidak adanya suatu pegangan dalam tata tertib hidup. Hal ini akan sangat 
berbahaya dibanding melanjutkan berlakunya aturan hukum Belanda walaupun 
sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam pergaulan hukum 
di Indonesia. Karena itu pemerintah terus berusaha mewujudkan hukum 
nasional sebagai penggantinya yang dinyatakan secara berencana melalui politik 
hukumnya dalam haluan negara. Suatu perumusan politik hukum yang 
dinyatakan secara tegas dan bertahap dicantumkan dalam Garis-garis Besar 
Haluan Negara (GBHN).Diktat PHI (Sejarah Hukum) 13
B. Sistem Hukum 
Suatu Sistem mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu terdiri dari komponenkomponen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan 
organisasi yang teratur  serta terintergrasi.
Menurut Prof Subekti system adalah suatu susunan atau tatanan yang 
teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama 
lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk
mencapai suatu tujuan.
Dalam suatu system tidak boleh terjadi suatu pertentangan atau benturan 
antara bagian-bagian dan juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih 
(over lapping).
Sistem dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1. Sistem hukum Eropa Kontinental.
Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering 
disebut sebagai  “Civil Law”.  Peraturan-Peraturan hukumnya merupakan 
kumpulan dari pelbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Justinianus 
yang kemudian disebut “Corpus Juris Civilis”. Corpus Juris Civilis ini menjadi 
dasar perunusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti 
jerman, Belanda, Perancis dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk 
Indonesia pada masa jajahan Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar system hukum Eropa kontinental ialah 
“Hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan 
perundang-undangan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara 
sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi. 
Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan 
hukum adalah “kepastian hukum”. 
Sumber hukum di dalam system hukum Eropa Kontinental adalah “UndangUndang” yang dibentuk oleh Pemegang kekuasaan Legislatif. Selain itu juga Diktat PHI (Sejarah Hukum) 14
diakui peraturan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan eksekutif berdasarkan 
wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang (peraturan hukum 
administrasi negara) dan kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai 
hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang. 
2. Sistem Hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika).
Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo 
Amerika”, mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut 
sebagai Sistem “Common Law” dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis). 
Walaupun disebut sebagai unwritten law tetap tidak sepenuhnya benar, karena 
di dalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber hukum yang 
tertulis (statutes).
Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah “putusan-putusan 
hakim/pengadilan” (judicial decisions). Disamping putusan hakim, maka 
kebiasaan-kebiasaan dan peraturan perundang-undangan tertulis undangundang dan peraturan administrasi negara yang diakui. Selain itu dalam sistem 
Anglo Amerika ada “peranan” yang diberikan kepada hakim  yaitu hakim 
mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum 
yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi 
pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem Anglo Amerika menganut  suatu doktrin yaitu “the doctrine of 
precedent/stare decisis” yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam 
memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya 
kepada prinsip hukum yang sudah di dalam putusan hakim lain dari perkara 
sejenis sebelumnya (preseden).
Dalam hal tidak ada putusan hakim yang terdahulu atau ada tetapi tidak sesuai 
dengan perkembangan, maka hakim dapat memutuskan perkara berdasarkan 
nilai-nilai keadilan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimiliki. Diktat PHI (Sejarah Hukum) 15
Oleh karena prinsip-prinsip hukum sering terjadi karena perkara, maka sistem 
Anglo Amerika sering disebut Case law.
Sistem hukum Anglo Amerika pengertian hukum privat ditujukan kepada 
kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang 
(law of persons), hukum perjanjian (law of contract), dan hukum tentang perbuatan 
melawan hukum  (law of torts) yang tersebar dalam Undang-Undang, putusan 
hakim dan hukum kebiasaan.
3. Sistem hukum Adat.
Sistem hukum ini hanya terdapat dalam lingkungan kehidupan sosial di 
Indonesia dan Negara-negara Asia lainnya, seperti Cina, India, jepang dan 
negara lain. 
Sumber hukum adat pada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang 
tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum 
masyarakatnya. Dan hukum adat mempunyai tipe yang bersifat tradisional 
dengan berpangkal kepada kehendak nenek moyang, serta dapat menyesuaikan 
diri dan elastik.
4. Sistem hukum Islam.
Sistem hukum Islam dianut oleh masyarakat Arab sebagai awal dari timbulnya 
dan penyebaran agama Islam.
Sistem hukum Islam bersumber hukum kepada:
a. Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah 
kepada Nabi Rasul Allah Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril.
b. Sunnah nabi yaitu cara hidup dari Nabi Muhammad atau cerita-cerita 
(hadis) mengenai nabi Muhammad.
c. Ijma ialah kesepakatan para ulama besar tentang suatu hal dalam dalam 
cara bekerja (berorganisasi).
d. Qiyas ialah analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara 
dua kejadian. Cara ini dapat dijelmakan melalui metide ilmu hukum Diktat PHI (Sejarah Hukum) 16
berdasarkan deduksi dengan menciptakan atau menarik suatu garis hukum 
baru dari garis hukum suatu keadaan karena persamaan yang ada di 
dalamnya.
Sistem Hukum Islam dalam “hukum Fikh” terdiri dari dua hukum pokok, ialah:
a. Hukum Rohaniah, lazim disebut “ibadat”, yaitu cara-cara menjalankan 
upacara tentang kebaktian terhadap Allah, seperti sholat, puasa, zakat dan 
menjalankan haji. Kelima kegiatan menjalankan upacara kebaktian kepada 
Allah itu lazim disebut “Al-Arkanul Islam al-hamzah”.
b. Hukum Duniawi, terdiri dari:
1) Muamalat yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan 
antar manusia dalam bidang jual-beli, sewa menyewa, perburuhan, 
hukum tanah, hukum perikatan, hak milik, hak kebendaan dan 
hubungan ekonomi pada umumnya.
2) Nikah yaitu perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang 
terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasardasar perkawinan monogamy dan akibat-akibat hukum perkawinan.
3) Jinayat yaitu hukum pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap 
hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
C. Pembedaan/Klasifikasi Hukum
Hukum sebagai Ilmu pengetahuan memiliki bidang hukum  yang  sangat 
luas atau lingkup dan aspek hukum sangatlah luas oleh karena itu dalam kegiatan 
ilmiah diusahakan untuk mengadakan pembedaan atau klasifikasi  hukum. Di 
dalam perkembangan ilmu hukum, pembidangan hukum tergantung sudut yang 
mana hukum yang berlaku hendak dipelajari.  Sebagaimana dikatakan oleh 
Lemaire, yakni:Diktat PHI (Sejarah Hukum) 17
“Pelbagai dasar pembidangan hukum adalah mungkin, sekedar dari sudut mana 
hukum yang berlaku hendak dipelajari”
Oleh karena itu dalam ilmu hukum pembidangan hukum dapat terjadi dari 
berbagai  sudut pandang hukum, yang sangatlah penting bagi pembahasan tata 
hukum adalah pembidangan hukum atas:
- hukum publik dan hukum Privat (perdata)
- Hukum materiel dan hukum formiel


Daftar Pustaka
http://ilhamendra.files.wordpress.com/2009/02/diktat-phi-sejarah.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar